Senin, 26 September 2011

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meng-aku prihatin dengan kondisi moral remaja Indonesia. Menurut hasil survei yang diterima lembaga tersebut, 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ironisnya, 21 persen di antara-nya terlapor sudah melakukan aborsi'' Hasil survei terakhir itu dilakukan di 33 provinsi sepanjang 2008 dan itu dikuat-kan pengakuan mereka sebagai subjek,'' ''Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peran agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi perilaku remaja tersebut,'' ada beberapa faktor yang mendorong remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah. Di antaranya, pengaruh pergaulan bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut, serta penga-ruh perkemba-ngan media massa. Jika kita pahami dari pernyataan di atas itu menunjukan bahwa di Negara kita (Indonesia), dari masa ke masa krisis yang dialami bukan hanya dalam aspek ekonomi namun dalam aspek kepribadianpun sudah sangat memprihatinkan, jika kita melihat fakta-fakta tersebut apakah layak disebut sebagai bangsa yang ber-mayoritaskan masyarakat muslim apalagi peristiwa diatas yang menjadi subjek adalah remaja yang seharusnya fokus untuk mensejahtrakan kehidupan di masa yang akan datang. pengakuan mereka memang sebagai umat islam namun jika di lihat dari sisi kepriba-dian apakah fakta diatas merupakan indikator karakter seo-rang muslim? Terkait dengan fakta di atas ternyata didaerah tasikmalaya pun yang kabarnya lekat dengan selogan kota santri beberapa waktu kebela-kang digemparkan oleh peristiwa sekelompok remaja yang melakukan hubungan sex diluar nikah ironisnya mereka berada dalam suatu lembaga yang berbesik pesantren yang didalamnya diajarkan nilai-nilai keagamaan (Islam). Jika melihat fakta-fakta itu kita mungkian mulai berfikir bagaima-na kita merubah semua itu dan dari mana kita harus memulai perubahan, tentunya peran keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat sangat memiliki peran penting dalam mencetak generasi yang berkualitas yang memiliki pribadi-pribadi yang sehat demi mewujudkan kehidupan berma-syarakat yang tidak bertentangan deng-an hukum-hukum islam dan nilai-nilai sosial yang ada. Namun rasanya dalam upaya mewujudkan semua itu harus dimulai sejak usia remaja karna pada masa ini seseorang ada pada tingkat emosi yang labil dan juga menghadapi pemikiran-pemikiran yang membingu-ngkan dimana seseorang serba ingin tahu dan bersifat coba-mencoba tidak ingin diatur dan hanya memikirkan kesenangan dan kepuasan yang ia inginkan, pada fase ini seseorang belum mampu menguasai dan mem-fungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya namun yang perlu dicatat adalah bahwa masa remaja merupakan fase perkembangan yang sangat potensial baik secara kognitif, emosi maupun psikisnya masa remaja juga sering diungkapkan sebagai fase pencarian jati diri. Atas gagasan dan fakta-fakta itulah penulis mencoba menyederha-nakan guna meneliti dan menelusuri persoalan itu melalui risalah sederha-na ini dengan mengambil judul ‘’Emosi Sebagai Pembentuk Kepribadian Remaja’’ Penulis berharap apa yang dibahas didalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, bisa memberi-kan manfaat terutama untuk kalangan remaja sebagai generasi yang sangat diha-rapkan untuk mensejahtrakan kehidupan bermasyarakat. B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini guna untuk membatasi pembahasan yang akan penulis bahas ada-lah sebagai berikut : 1. Apa hakikat emosi, kepribadian dan remaja? 2. Bagaimana peran dan pengaruh emosi dalam membentuk kepribadian re-maja? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hakikat emosi, kepribadian dan remaja. 2. Untuk mengetahui peran dan pengaruh emosi dalam membentuk kepribadian remaja. b. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Untuk menambah wawasan kepada penulis tentang pentingnya memaha-mi emosi dalam masa remaja. 2. Untuk memberikan sedikit pemahaman terhadap orang tua tentang emosi remaja. A. Metode Penelitian dan Penulisan 1. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan dalam penyusuna karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah metode penelitian kepustakaan (Library Rsearch), yaitu melakukan penelusuran terhadap buku-buku, dokumen-dokumen, serta referensi lainya yang relevan dengan masalah yang penulis bahas dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, yang terdiri dari dua sumber : a. Sumber Primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan masalah yang dibahas. b. Sumber Sekunder, yaitu buku-buku atau dokumen-dokumen lain, yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. 2. Metode Penulisan Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah metode penulisan Deskriftif, yaitu penulis mencoba mendiskripsikan masalah yang dibahas dari hasil peneli-tian dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI EMOSI, KEPRIBADIAN DAN REMAJA A. Emosi 1. Pengertian Emosi a. Emosi adalah (suatu keadaan perasaan yang disertai karakteristik kegia-tan kelenjar dan motoris dan di sertai warna afektif baik pada tingkat yang lemah maupun tingkat yang luas. b. Emosi merupakan “setiap keadaan pada setiap diri seseorang yang diser-tai warna apektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Beberapa pernyataan tersebut, menurut pada buku yang di karang oleh syamsudin 2006:115 c. Menurut deni yang mengutip dari Crow & Crow di jelaskan bahwa “emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment terhadap lingku-ngan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu”. Emosi merupakan gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubu-ngan dengan gejala-gejala mengenai dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf. 2. Pengaruh Emosi Terhadap Prilaku Dan Perubahan Fisik Individu Di atas di jelaskan bahwa emosi merupakan warna afektip yang menyertai setiap keadaan atau prilaku individu, yang dimaksud warna afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat meng-ahadapi atau (mengha-yati) suatu situasi tertentu yang ditimbulkan oleh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu Contohnya: gembira, bahagia, putusasa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya. Dibawah ini merupakan contoh tentang pengaruh emosi terhadap prilaku dan peru-bahan fisik individu a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai . b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasakecewa karna kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini adalah timbulnya rasa putusasa (frustasi) c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan juga bisa menimbulkan sikapgugup (nervers) dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan irihati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinyasen-diri maupun terhadap oranglain. Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) individu dapat dijelaskan sesuai dengan pemaparan Syamsudin 2006:116 bahwa “ketika emosi tertentu sedang dalam keadaan aktif maka emosi tersebut akan menimbul-kan reaksi tertentu pada bagian-bagian tubuh tertentu yang tentunya itu akan memberikan suasana tertentu pada fisik. a. Gambaran lainnya bisa dilihat dalam table dibawah ini. JENIS EMOSI PERUBAHAN FISIK 1. Terpesona 2. Marah 3. Terkejut 4. Kecewa 5. Sakit/marah 6. Takut/tegang 7. Takut 8. Tegang 1. Reaksi elektris pada kulit 2. Peredaran darah bertambah cepat 3. Denyut jantung bertambah cepat 4. Bernafas panjang 5. Pupil mata membesar 6. Air liur mongering 7. Berdiri bulu roma 8. Terganggu pencernaan, otot-otot menegang atau bergetar (tremor) 3. Ciri-Ciri Emosi Syamsudin 2006;116 menjelaskan bahwa Emosi sebagai suatu perristiwa psikologis mengandung ciri sebagai berikut. a. Lebih bersipat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir b. Bersifat pluktuatif (tidak tetap) c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan pancaindra. Mengenai ciri-ciri emosi ini dapat juga dibedakan antara emosi anak dengan emosi orang dewasa sebagai berikut: EMOSI ANAK EMOSI ORANG DEWASA 1. Berlangsung singkat dan ber-akhir secara tiba-tiba 2. Terlihat lebih hebat/kuat 3. Bersifat sementara/dangkal 4. Lebih sering terjadi 5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya 1. Berlangsung lebih lama dan berakhir secara lambat 2. Tidak terlihat hebat/kkuat 3. Lebih mendalam dan lama 4. Jarang terjadi 5. sulit di ketahui karna lebih pandai menyembunyikannya B. Kepribadian 1. Pengertian a. Pengertian Secara Etimologis “kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris ‘’personaliti’’. sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari bahasa latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada jaman kuno untuk memerankan suatu bentuk tingkah laku dan bentuk karakter pribadi tertentu. sedangkan yang dimaksud personare adalah bahwa pemain sandiwaraitu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu bentuk gambaran manusia tertentu Misalnya; seorang pemurung, pendiam, periang, peramah, pemarah, dan sebagainya. Jadi, personaitu bukan pribadi pemain itusendiri, tapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya” . Hal tersebut menurut syamsudin. 2006:126 b. Pengertian Secara Terminologis Menurut Suhardi sri sunarti 2010:112, kepribadian adalah keunikan ciri prilaku individu yang sangat khas, dan kepribadian seseorang dengan orang yang lainnya pasti berbeda walaupun orang yang kembar sekalipun, tetap kepriba-diannya akan berbeda. Dalam konteks ini Syamsudin juga menjelaskan bahwa cara orang-lain mereaksi, itulah kepribadian individu. Kepribadian juga merupakan organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingku-ngan ). Dari definisi tersebut ada beberapa unsur yang perlu dijelaskan, yaitu sebagai barikut: 1) Oraganisasi dinamis, maksudnya adalah bahwa kepribadian itu selalu berkembang, dan berubah walaupun ada Organisasi systm yang mengikat dan menghubungkan sebagai komponen kepriba-dian. 2) Psikofisis, inimenunjukan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata neural (fisik), tetapi merupakan perpaduan kerja antara aspek psikis dan fisik dalam kesatuan kepribadian. 3) Istilah menentukan, bararti bahwa kepribadian mengandunng kecenderungan-kecenderuangan menentukan (determinasi) yang memainkan peran aktif dalam tingkah laku individu. Kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu . kepribadian terletak dibela-kang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu dalamarti kepribadian itu bukan hanya ada selama ada orang-lain bereaksi terhadapnya. tetapi lebih jauh dari itu mempunyai eksis-tensi real (keadaan nyata), yang termasuk juga segi-segi neural dan fisiologis 4) Unique (kas), ini menunjukan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama 5) Menyesuaikan diri terhadap lingkunganini menunjukan bahwa kepribadian mengantarai individu dengan lingkungan fisik dan lingkungan psikologisnya kadang-kadang menguasainya. jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempu-nyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan. Kepribadian dapat juga diartikan sebaagai “kualitas prilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut: 1) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam memenuhi etika prilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 2) Tempramen, yaitu disposisi reaktip seseorang atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan rangsangan yang dating dari ligkungan 3) Sikap sambutan terhadap objek (orang,benda, peristiwa, norma dan sebagai-nya) yang bersifat positif, negative atau ambivalen (ragu-ragu) 4) Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsa-ngan dari lingkungan. Seperti:mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih atau putus asa 5) Responsibilitas (tanggung jawab) kesiapan untuh menerima resiko dari tinda-kan atau perbuatan yang dilakukan. seperti:mau menerima resiko secara wajar cuci tangan, atau melrikan diri dari resiko yang dihadapi 6) Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interper-sonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka., dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. 2. Faktor-Faktor yang Mempengruhi Kepribadian Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor baik hereditas (pemba-waan) maupun lingkungan (seperti; fisik, sosial, kebudayaan, spiritual) a. Fisik. faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepriba-dian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi) kecan-tikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacad) dan keberfingsian organ tubuh. b. Intelegensi, tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkem-bangan kepribadian nya. individu yang intelegensinya tingi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara wajar sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. c. Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkem-bangan kepribadian anak, seorang anak yang dibesarkan dalam lingku-ngan keluarga yang harmonis dan agamis dalam arti orangtua membe-rikan curahan kasih sayang perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepri-badian anak tersebut cenderung positif. adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang brokenhome, orangtua bersikap keras terha-dap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga maka perkembangan kepribadian cenderung akan mengalami distirsi atau menga-lami kelainan dalam penyesuaian dirinya (melajusment). d. Teman sebaya (Peergroup). Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul deng-an teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompok nya. Pada saat inilah dia mulai mengalihkan perhatianya untuk mengembangkan sifat-sifat atau prilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman temannya, walau mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. melalui hubungan interpersonal de-ngan teman sebayanya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukan nya dalam kelompok. bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari oranng tuanya, biasanya kurang memi-liki kemampuan slektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan prilaku kelompoknya. Berdasarkan pengamatan dilapangan, ternyata tidak sedikit anak yang menjadi perokok berat, peminum-minuman keras atau bergaul bebas, karna pengaruh prilaku teman sebaya. e. Kebudayaan, setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau sukubangsaa) memiliki tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kepribadian setiap ang-gotanya, baik yang nyangkut cara berpikir (seperti cara memandang sesuatu). Bersikap atau cara berprilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian itu, dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang buda-yanya relatif maju (khususnya IPTEK) dengan primitif yang budayanya relatif masih sederhana seperti dalam cara makan, berpakaian, hubungan interper-sonal atau cara memandang waktu. 3. Karakteristik Kepribadian Ada beberapa karakteristik kepribadian yang sehat dan yang tidak sehat yang tentunya ini sangat menentukan terhadap proses interaksi individu dalam kehidupan. Cirri-ciri kepribadian yang sehat (healthy personality) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: Seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat adalah yang Mampu menilai diri secara realistik. Mampumenilai situasi secara realistik. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, bertang-gung jawab. Kemandirian (autonomi). Dapat mengontrol emosi. Berori-entasi tujuan. Berorientasi keluar. ,bersikap respek, empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian terhadap situasi, Adapun cirri kepribadian yang tidak sehat itu ditandai dengan karakteristik sebagai berikut: Mudah marah (tersinggung), Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan, Sering merasa tertekan (setres atau depresi), Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan), Ketidak mampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum, Mempu-nyai kebiasaan berbohong, Hiper aktif,Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas., Senang mengkeritik/mencemooh orang lain, Sulit tidur, Kurang memiliki rasa tanggung jawab, Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis), Kurang memiliki kesada-ran untuk menaati ajaran agama, Bersikap psimis dalam menghadapi kehidupan, Kurang bergairah (bermuram durja dalam menjalani kehidipan). Beberapa kelainan tingkahlaku diatas berkembang, apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya seperti lingkungan keluarga yang tidak berfungsi, yang bercirikan “broken home” hubungan antara anggota keluarga kurang harmonis kurang memperhatikan nilai-nilai agama, dan orangtua bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih sayang kepada anak. Oleh karna itu, maka sebagai upaya pancegahan (preventif), seyogianya pihak keluarga (orang tua) sekolah (guru dan staf sekolah lainnya) dan pemerintah perlu senantiasa bekerjasama untuk menciptakan iklim lingkungan yang mempasilitasi atau memberi kemudahan kepada anak untuk mengembang-kan potensi atau tugas-tugas perkembangan secara optimal. 4. Perubahan kepribadian Meskipun kepribadian seseorang itu relative konstan, namun dalam kenya-taan nya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian itu dapat dan mungkin terjadi. Perubahan itu terjadi pada umumnya lebih di pengaruhi oleh faktor lingku-ngan daripada faktor fisik. Disamping itu, perubahan ini lebih sering dialami oleh anak daripada orang dewasa . Syamsudin 2006:129 memaparkan faktor-faktor yang menyebab-kan terjadinya perubahan kepribadian kedalam tiga kategori, yaitu: A. Faktor organik, seperti: makanan, obat, infeksi, dan gangguan organik. B. Factor lingkungan sosial budaya, seperti: pendidikan, rekreasi, dan partisipasi social. C. Factor dari dalam diri individu itu sendiri, seperti:tekanan emosional, identifikasi terhadap oranglain, dan imitasi. C. Remaja 1. Pengertian Menurut wikipedia bahasa Indonesia Remaja berasal dari kata latin adole-nsence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kemata-ngan mental, Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Masa Remaja juga menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu a. 12-15 tahun = masa remaja awal, b. 15-18 tahun = masa remaja pertengahan, dan c. 18-21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa re-maja menjadi empat bagian, yaitu masa pra remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun Definisi yang dipaparkan di atas menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. 2. Karakteristik Pearkembangan Remaja a. Perkembangan Fisik Dalam konteks ini syamsudin menjelaskan bahwa Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentan kehidupan individu, dimana terjadi partum-buhan fisik yang sangat pesat. Masa yang pertama terjadi pada fase prenatal dan bayi. pada bagian-bagian tertentu pada tahun-tahun permulaan kehidupan secara proporsional terlalu kecil namun pada masa remaja proporsionalnya menjadi terlalu besar, karna terlebih dahulu mencapai kematangan daripada bagian-bagian yang lain. hal ini terutama tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. pada masa remaja akhir, proporsi tubuh individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya. b. Perkembangan Kognitif (Intelektual) Ditinjau dari perkembangan kognitif menurut piaget masa remaja sudah mencapai tahap operasi pormal (operasi= kegiatan-kegiatan mental tentang ber-bagai gagasan). Remaja, secara mental sudah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan katalain proses oprasi berfikir formal lebih bersipat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berfikir kongkrit. Sementara, proses pertumbuhan otak mencapai kematangan otak mencapai kesempurnaannya dari mualai usia 12-20 tahun. pada usia 16 tahun, berat otak su-dah menyamai orang dewasa. System syaraf yang memproses informasi berkem-bang secara cepat pada usia ini. Pada masa remaja terjadi reoganisasi lingkaran syaraf lobe frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu kemampuan merumuskan perencanaan strategis, atau mengambil keputusan. lobe frontal ini terus berkembang sampai usia 20 tahun atau lebih. perkembangan lobe frontal ini sangat berpengaruh kepada kemampuan intelektual remaja, seperti pada usia 12 tahun, walaupun secara intelektual remaja itu termasuk anak berbakat atau pintar, namun belum bijaksana. maksudnya, remaja tersebut mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi tidak seterampil remaja yang lebih tua usianya yang menunjukan wawasan atau prespektif yang luas terhadap masalah tersebut. Berzonsky (Adam & Gulton, 1983:144) mengajukan suatu model cabang-cabang yang membangun operasi formal. Menurut dia, berfikir formal itu memi-liki dua isi yang khusus, yaitu 1. pengetahuan estetika: yang bersumber dari peng-alaman main music, membaca litelatur atau seni: dan 2. pengetahuan personal: yang bersumber dari hubungan interpersonal dan pengalaman-pengalaman kong-krit. lebih lanjut, kemampuan mengaplikasikan operasi formal tidak hanya berkai-tan dengan pengalaman belajar khusus, tetapi juga dengan, 1. Tingkah laku non perbal: sikap, motip, atau keinginan), 2. simbolik: symbol-simbol tertulis, 3 se-mantik; gagasan makna, dan 4. Figural: representasi visual dari objek-objek kongkret. Implikasi pendidikan atau bimbingan dari periode berfikir operasi formal ini, adalah perlunya disiapkan program pendidikan atau bimbingan yang mempa-silitasi perkembangan kemampuan berfikir siswa (remaja). Upaya yang dapat di lakukan, seperti: 1. penggunaan metode belajar yang mendorong anak untuk aktif bertanya, mengemukakan gagasan, atau mengujicoba suatu materi: dan 2. Me-lakukan dialog, diskusi, atau curahan pendapat (Brain Stroming) dengan siswa, tentang masalah-masalah social, atau berbagai aspek kehidupan, seperti agama, etika pergaulan dan pacaran, politik, lingkungan hidup, bahayanya minuman keras dan obat-obatan terlarang. c. Perkembangan Emosi Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkemba-ngan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksuall mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasan-perasaan dan doro-ngan-dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta, Rindu, dan keinginan untuk berkena-lan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal, perkembangan emosi-nya menunjuka sifat yang sensitive dan rektif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau sistuasi social, emosinya bersifat negative dan temperamental., (mudah tersinggung/marah atau mudah sedih/murung)., sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Gessel dkk. (Elizabeth B. Hurlock, 1980, terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) mengumumkan bahwa remaja 14 tahun mudah marah, mudah terangsang dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. sebaliknya remaja 16 tahun menga-takan bahwa mereka “tidak mempunyai keperhatinan”. Jadi, adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya masa remaja. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaian sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebayanya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti kondisinya di warnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderungdapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-peranya dan kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan terte-kan atau ketidak nyamanan emosional. Dalam menghadapi ketidak nyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi kele-mahan dirinya. Reaksinya itu tampil dalam tingkah laku malasuai (maladjus-tment), seperti 1. Agresif: melawan keras kepala, bertengkar, berkelahi dan senang mengganggu: dan 2. Melarikan diri dari kenyataan: melamun, pendiam, senang menyendiri, dan meminum minu-man keras atau obat-obat terlarang. Remaja yang dalam proses perkembangannya berada dalam iklim yang kondusif, cenderung akan memperoleh perkembangan emosinya secara matang (terutama pada masa remaja akhir). Kematangan emosi ini ditandai oleh; 1. Adekuasi emosi: cinta kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain), respek (sikap hormat atau menghargai oranglain), dan ramah; 2. Mengendalikan emosi: tidak mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat mengha-dapi situasi frustasi secara wajar. d. Perkembangan Kepribadian Kepribadian merupakan system yang dinamis dari sifat, sikap dan kebia-saan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu yang beragam (piku-nas, 1976). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkem-bangan fisik, seksual, emosional, social, kognitif, dan nilai-nilai. Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkem-bangan dan integrasi kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan kepribadian pada masa remaja, meliputi 1. perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa: 2. Kema-tangan seksual yang disertai dengan dorongan dorongan dan emosi baru: 3. Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan untuk mengevaluasi kembali tentang standar (norma), tujuan, dan cita-cita: 4. Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman dengan pria atau wanita: dan 5. Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jatidiri). Perkem-bangan “identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang membarikan dasar bagi masa dewasa. Erikson meyakini bahwa perkemba-ngan identity pada masa remaja berkaitan erat komitmennya terhadap okupasi masadepan, peran-peran masa dewasa dan system keyakinan pribadi (nancy j. cobb, 1992: 75). Sejak anak-anak sudah berkembang kesadaran akan diri dan masa remaja merupakan pertama berkembang usahanya yang sadar untuk menjawab pertanyaan “who am I?” (siapa saya?). Menurut james Marcia & Waterman (Anita E. Woolfolk, 1995) identitas diri itu merujuk kepada “pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan keyakinan kedalam citra diri secara kon-sisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik me-nyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup”. Dalam mengolaborasikan teori erikson tentang identity remaja, James Marcia dkk. Mengemukakan bahwa ada empat alternative bagi remajadalam me-nguji diri dan pilihan-pilihannya. 1) “identity achiepement”, yang bararti setelah remaja memahami pilihan yang relistik, maka dia harus membuat dan berprilaku sesuai dengan pilihannya. 2) “identity foreclosure”, yang berarti menerima pilihan orangtua tanpa mempertimbangkan pilihan-pilihan. 3) “identity diffusion” yaitu kebingungan tentang siapa dirinya, dan mau apa dalam hidupnya. Moratorium, yang menurut Erikson berarti penundaan dalam komitmen terhadap pilihan-pilihan aspek pribadi atau okupasi. Marcia memperluas penger-tiannya, yaitu meliputi usaha-usaha yang aktip remaja untuk menghadapi krisis pembentukan identitas diri. Dalam hal ini erikson menyadari bahwa remaja dalam masyarakat yang kompleks mengalami krisis identitas atau periode moratorium dan kebingungan yang temporer. Perkembangan identitas ini dipengaruhi oleh berbagai fektor, di antaranya sebagai berikut. 1) Iklim keluarga, yaitu berkaitan dengan interaksi sosio emosional antar anggota keluarga sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak. 2) Tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi dimasyarakat. 3) Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat kedepan dan meng-uji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam. Masa remaja akhir sudah mampu memahami dan mengarahkan diri untuk mengembangkan dan memelihara identitas dirinya. Dalam proses perkembangan indepedensi sebagai antisipasi mendeksati masa dewasa yang matang, remaja 1) Berusaha untuk bersikap hati-hati dalam berprilaku, memahami kemampuan dan kelemahan dirinya: 2) meneliti dan mengkaji makna, tujuan, dan keputusan tenta-ng jenis manusia seperti apa yang dia inginkan: 3) Memperhatikan etika mas-yarakat, keinginan orang tua dan sikap teman-temannya: dan 4. Mengembangkan sifat-sifat pribadi yang di linginkannya. Berdasarkan pemahaman diatas, dapat dikemukakan bahwa remaja dapat dipandang telah memiliki identity yang matang (sehat), apabila sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, peran-perannya dalam kehidupan sosial dunia kerja dan nilai-nilai agama. BAB III EMOSI SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN REMAJA A. Peran Emosi Dalam Membentuk Kepribadian Remaja 1. Sebagai Kekuatan Internal Dari beberapa definisi yang dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dikemukakan bahwa emosi itu merupakan warna apektif yang menyertai setiap prilaku individu (perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi atau (menghayati) suatu situasi tertentu). Begitupun halnya dengan kepribadian, MAY, Gordon W Allport mengemukakan bahwa: kepribadian seorang individu adalah bagaimana seseorang mereaksi dan kepribadian juga sebagai organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Lain halnya dengan remaja yang ada dalam tingkat emosional yang tidak stabil Jika mengingat penje-lasan Gessel dkk. Menjelaskan bahwa remaja 14 tahun mudah marah, mudah terangsang dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya, dalam arti Remaja ada dalam keadaan emosi yang labil, (mudah tersing-gung/marah atau mudah sedih/murung). Dari berbagai definisi dan gagasan di atas kita mendapat gambaran bah-awa emosi menjadi salah satu kekuatan internal yang akan menen-tukan kepriba-dian pada remaja, karna jika kita mengacu pada pernyataan-pernyataan di atasa apabila emosi seorang remaja keadaannya kondusif maka cara ia memberikan reaksi akan melahirkan nilai-nilai positif, begitupun sebaliknya, apabila seorang individu remaja ada dalam keadaan emosi yang tidak kondusif maka cara ia mem-berikan reaksi akan sangat rentan menimbulkan konflik. Maka dari sinilah kita harus mulai membenahi mereka mengingat masa remaja sebagai salah satu fase yang menjembatani dari masa kanak-kanak pada masa dewasa, itu artinya masa ini sangat menentukan seperti apa kepribadian ia di masa dewasa maka peran orangtua, lembaga sekolah dan masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian remaja . 2. Sebagai Penomena Psikis Dalam bab sebelumnya dibahas karakteristik pada masa remaja yang salah satunya, Kognitif (Intelektual), Emosi dan Kepribadian dimana emosi seorang remaja ada dalam kondisi puncaknya, dan Remaja, secara mental sudah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak dalam perkembangan kognitif nya. Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan integrasi kepribadianya. Dan Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Sangat jelaslah bahwa pada fase ini mereka mengalami penomena psikis yang membentuk kepribadiannya, ini terwu-jud dalam cara mereka memberikan reaksi dan cara mereka berin-erinteraksi B. Pengaruh Emosi Dalam Membentuk Kepribadian Remaja 1. Terhadap kualitas kepribadian Emosi yang sangat kental kaitannya dengan prilaku individu yang sering terdapat atau digunakan pada saat berinteraksi, bereaksi dan bersosialisasi dengan individu lain maupun dengan sekelompok masyara-kat, tentunya memiliki penga-ruh yang sangat besar dalam menciptakan kpribadian yang baik karna setiap masing-masing individu mengalami peristiwa & pengalaman yang berbeda. Ketika individu remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Pada masa remaja pula individu mengalami masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelom-pok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru disekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khusus-nya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, disatu sisi ada-nya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihan-nya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkem-bang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya. Dari uraian diatas kita mendapatkan gambaran bahwa dalam fase remaja dimana seseorang mengalami gejolak emosi yang tinggi dan ini sangat berpenga-ruh besar terhadap kepribadian remaja mengingat definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. 2. Terhadap perkembangan kepribadian Dalam fase remaja seseorang akan mengalami beberapa problem pada emosinya di antaranya adalah: a. Rasa takut Rasa takut adalah emosi yang untuk menjaga kehidupan pada saat bahaya. Akan tetapi, bila rasa takut ini melebihi batas normalnya, ia akan menjadi penya-kit yang menghalangi perjalanan. Rasa takut itu diperoleh dari hasil belajar missal rasa takut yang berkaitan dengan tertimpa musibah, penyakit, atau kematian: rasa takut yang berkaitan dengan cobaan, rasa takut yang berkaitan dengan aspek materi dan ketidak mampuan dalam merealisasikan standar ekkonomi, atau rasa takut yang berkaitan dengan keluarga seperti rasa takut terhadap pepecahan kelu-arga. b. Gelisah Rasa gelisah merupakan emosi dari rasa takut yang terus menerus, yang bisa menyebabkan ancaman bagi keberadaan fisik atau psikis seseorang akan mendorong manusia kepada prestasi dan pencapaian tujuan, sedangkan gelisah yang sakit akan menghalangi seseorang dari menjalankan tugasnya dan menye-babkannya berada da-lam dunia lamunan, mimpi aneh, mimpi buruk dan permu-suhan c. Rasa cinta Rasa cinta muncul dari adanya keterkaitan yang berjalan hubungan yang terus menerus, terpenuhinya kebutuhan, pengabdian dan prilaku yang baik, kita menemukan seorang gadis jatuh cinta kepada seorang pemuda yang usianya lebih tua hanya karna ia berhenti di depannya, mengucapkan salam dan memuji-muji penam-pilannya. Kemudian perkembangan tubuh mendorong hubungan ini pada segi lainnya, sehingga setiap senyuman basa basi dari seorang pemuda di anggap-nya cinta. d. Sedih dan putus asa Hal ini timbul dari ketidak mampuan remaja untuk mengekspre-sikan dirinya. Sebagian remaja lebih senang menyembunyikan emosinya karna kurang-nya perhaatian masyarakat terhadap keadaannya dan kepribadianya atau adanya pertentangan dengan tradisi atau iklim keluarga yang tidak stabil. Fenomena kesedihan ini tercermin dalam bentuk ketidak pedulian, susah tidur, sakkit fisik, dan munculnya fenomena psikologis semisal tidak memiliki selera makan atau mogok makan. e. Marah Seorang remaja akan marah ketika dirinya merasa dianiaya atau ada orang yang menghalangi aktivitas atau perbuatannya baik dengan penolakan keras, cemoohan, ejekan, ataupun penghinaan. Dari beberapa problem emosi pada remaja yang dipaparkan diatas kita mendapat gambaran bahwa remaja yang sedang berada dalam masa peralihan itu, emosinya mengalami problem yang khas, ini mennunjukan bahwa emosi pada remaja sangat berpengaruh dalam perkemba-ngan/pembentukan kepribadian se-orang remaja, apabila seorang remaja cerdas secara emosi maka kepribadianya pun akan sehat, begitupun sebaliknya apabila seorang remaja memiliki kecenderu-ngan emosi yang buruk maka kepribadiannya pun akan buruk.


BABI
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meng-aku prihatin dengan kondisi moral remaja Indonesia. Menurut hasil survei yang diterima lembaga tersebut, 63 persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ironisnya, 21 persen di antara-nya terlapor sudah melakukan aborsi'' Hasil survei terakhir itu dilakukan di 33 provinsi sepanjang 2008 dan itu dikuat-kan pengakuan mereka sebagai subjek,'' ''Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peran agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi perilaku remaja tersebut,'' ada beberapa faktor yang mendorong remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah. Di antaranya, pengaruh pergaulan bebas, faktor lingkungan dan keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut, serta penga-ruh perkemba-ngan media massa.
Jika kita pahami dari pernyataan di atas itu menunjukan bahwa di Negara kita  (Indonesia), dari masa ke masa krisis yang dialami bukan hanya dalam aspek ekonomi namun dalam aspek kepribadianpun sudah sangat memprihatinkan, jika kita melihat fakta-fakta tersebut apakah layak disebut sebagai bangsa yang ber-mayoritaskan masyarakat muslim apalagi peristiwa diatas yang menjadi subjek adalah remaja yang seharusnya fokus untuk mensejahtrakan kehidupan di masa yang akan datang.  pengakuan mereka memang sebagai umat islam namun jika di lihat dari sisi kepriba-dian apakah fakta diatas merupakan indikator karakter seo-rang muslim?
Terkait dengan fakta di atas ternyata didaerah tasikmalaya pun yang kabarnya lekat dengan selogan kota santri beberapa waktu kebela-kang digemparkan oleh peristiwa sekelompok remaja yang melakukan hubungan sex diluar nikah ironisnya mereka berada dalam suatu lembaga yang berbesik pesantren yang didalamnya diajarkan nilai-nilai keagamaan (Islam).
Jika melihat fakta-fakta itu kita mungkian mulai berfikir bagaima-na kita merubah semua itu dan dari mana kita harus memulai perubahan, tentunya peran keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat sangat memiliki peran penting dalam mencetak generasi yang berkualitas yang memiliki pribadi-pribadi yang  sehat demi mewujudkan kehidupan berma-syarakat yang tidak bertentangan deng-an hukum-hukum islam dan nilai-nilai sosial yang ada.
Namun rasanya dalam upaya mewujudkan semua itu harus dimulai sejak usia remaja karna pada masa ini seseorang ada pada tingkat emosi yang labil dan juga menghadapi pemikiran-pemikiran yang membingu-ngkan dimana seseorang serba ingin tahu dan bersifat coba-mencoba tidak ingin diatur  dan hanya memikirkan kesenangan dan kepuasan yang ia inginkan, pada fase ini seseorang belum mampu menguasai dan mem-fungsikan secara maksimal  fungsi fisik maupun psikisnya namun yang perlu dicatat adalah bahwa masa remaja merupakan fase perkembangan yang sangat potensial baik secara kognitif, emosi maupun psikisnya masa remaja juga sering diungkapkan sebagai fase pencarian jati diri.
Atas gagasan dan fakta-fakta itulah penulis mencoba menyederha-nakan guna meneliti dan menelusuri persoalan itu melalui risalah sederha-na ini dengan mengambil judul ‘’Emosi Sebagai Pembentuk Kepribadian Remaja’’ Penulis berharap apa yang dibahas didalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, bisa memberi-kan manfaat terutama untuk kalangan remaja sebagai generasi yang sangat diha-rapkan untuk mensejahtrakan kehidupan bermasyarakat.
B.       Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini guna untuk membatasi pembahasan yang akan penulis bahas ada-lah sebagai berikut :   
1.    Apa hakikat emosi, kepribadian dan remaja?
2.    Bagaimana peran dan pengaruh emosi dalam membentuk kepribadian re-maja?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
a.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, diantaranya sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui hakikat emosi, kepribadian dan remaja.
2.    Untuk mengetahui peran dan pengaruh emosi dalam membentuk kepribadian remaja.
b.    Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, diantaranya sebagai berikut :
1.    Untuk menambah wawasan kepada penulis tentang pentingnya memaha-mi emosi dalam masa remaja.
2.    Untuk memberikan sedikit pemahaman terhadap orang tua tentang emosi remaja.
A.            Metode Penelitian dan Penulisan
1.     Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penyusuna karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah metode penelitian kepustakaan (Library Rsearch), yaitu melakukan penelusuran terhadap buku-buku, dokumen-dokumen, serta referensi lainya yang relevan dengan masalah yang penulis bahas dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini, yang terdiri dari dua sumber :
a.    Sumber Primer, yaitu yang berhubungan langsung dengan masalah yang dibahas.
b.    Sumber Sekunder, yaitu buku-buku atau dokumen-dokumen lain, yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas.
2.     Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah metode penulisan Deskriftif, yaitu penulis mencoba mendiskripsikan masalah yang dibahas dari hasil peneli-tian dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI EMOSI, KEPRIBADIAN DAN REMAJA

A.      Emosi
1.     Pengertian Emosi
a.    Emosi adalah (suatu keadaan perasaan yang disertai karakteristik kegia-tan kelenjar dan motoris dan di sertai warna afektif baik pada tingkat yang lemah maupun tingkat yang luas.
b.    Emosi merupakan “setiap keadaan pada setiap diri seseorang yang diser-tai warna apektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).
Beberapa pernyataan tersebut, menurut pada buku yang di karang oleh syamsudin 2006:115
c.    Menurut deni yang mengutip dari Crow & Crow di jelaskan bahwa “emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment terhadap lingku-ngan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu”. Emosi merupakan gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubu-ngan dengan gejala-gejala mengenai dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf.
2.     Pengaruh Emosi Terhadap Prilaku Dan Perubahan Fisik  Individu
Di atas di jelaskan  bahwa emosi merupakan warna afektip yang menyertai setiap keadaan atau prilaku individu, yang dimaksud warna afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat meng-ahadapi atau (mengha-yati) suatu situasi tertentu yang ditimbulkan oleh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu Contohnya: gembira, bahagia, putusasa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya. Dibawah ini merupakan contoh tentang pengaruh emosi terhadap prilaku dan peru-bahan fisik individu
a.    Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai .
b.    Melemahkan semangat, apabila timbul rasakecewa karna kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini adalah timbulnya rasa putusasa (frustasi)
c.    Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan juga bisa menimbulkan sikapgugup (nervers) dan gagap dalam berbicara.
d.   Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan irihati.
e.    Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinyasen-diri maupun terhadap oranglain.
Sedangkan perubahan emosi terhadap perubahan fisik (jasmani) individu dapat dijelaskan sesuai dengan pemaparan Syamsudin 2006:116 bahwa “ketika emosi tertentu sedang dalam keadaan aktif maka emosi tersebut akan menimbul-kan reaksi tertentu pada bagian-bagian tubuh tertentu yang tentunya itu akan memberikan suasana tertentu pada fisik.
a.    Gambaran lainnya bisa dilihat dalam table dibawah ini.

JENIS EMOSI
PERUBAHAN FISIK
1.    Terpesona
2.    Marah
3.    Terkejut
4.    Kecewa
5.    Sakit/marah
6.    Takut/tegang
7.    Takut
8.    Tegang
1.    Reaksi elektris pada kulit
2.    Peredaran darah bertambah cepat
3.    Denyut jantung bertambah cepat
4.    Bernafas panjang
5.    Pupil mata membesar
6.    Air liur mongering
7.    Berdiri bulu roma
8.    Terganggu pencernaan, otot-otot menegang atau bergetar (tremor)
3.     Ciri-Ciri Emosi
Syamsudin 2006;116 menjelaskan bahwa Emosi sebagai suatu perristiwa psikologis mengandung ciri sebagai berikut.
a.    Lebih bersipat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir
b.    Bersifat pluktuatif (tidak tetap)
c.    Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan pancaindra.
     Mengenai ciri-ciri emosi ini dapat juga dibedakan antara emosi anak dengan emosi orang dewasa sebagai berikut:
EMOSI ANAK
EMOSI ORANG DEWASA
1.        Berlangsung singkat dan ber-akhir secara tiba-tiba
2.        Terlihat lebih hebat/kuat
3.        Bersifat sementara/dangkal
4.        Lebih sering terjadi
5.        Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya
1.        Berlangsung lebih lama dan berakhir secara lambat
2.        Tidak terlihat hebat/kkuat
3.        Lebih mendalam dan lama
4.        Jarang terjadi
5.        sulit di ketahui karna lebih pandai menyembunyikannya
B.       Kepribadian
1.        Pengertian
a.         Pengertian Secara Etimologis
“kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris ‘’personaliti’’. sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari bahasa latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada jaman kuno untuk memerankan suatu bentuk tingkah laku dan bentuk karakter pribadi tertentu. sedangkan yang dimaksud personare adalah bahwa pemain sandiwaraitu dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan suatu bentuk gambaran manusia tertentu Misalnya; seorang pemurung, pendiam, periang, peramah, pemarah, dan sebagainya. Jadi, personaitu bukan pribadi pemain itusendiri, tapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya”
.      Hal tersebut menurut syamsudin. 2006:126
b.        Pengertian Secara Terminologis
Menurut Suhardi sri sunarti 2010:112, kepribadian adalah keunikan ciri prilaku individu yang sangat khas, dan kepribadian seseorang dengan orang yang lainnya pasti berbeda walaupun orang yang kembar sekalipun, tetap kepriba-diannya akan berbeda.
Dalam konteks ini Syamsudin juga menjelaskan bahwa cara orang-lain mereaksi, itulah kepribadian individu. Kepribadian juga merupakan organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingku-ngan ).
Dari definisi tersebut ada beberapa unsur yang perlu dijelaskan, yaitu sebagai barikut:
1)        Oraganisasi dinamis, maksudnya adalah bahwa kepribadian itu selalu berkembang, dan berubah walaupun ada Organisasi systm yang mengikat dan menghubungkan sebagai komponen kepriba-dian.
2)        Psikofisis, inimenunjukan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata neural (fisik), tetapi merupakan perpaduan kerja antara aspek psikis dan fisik dalam kesatuan kepribadian.
3)        Istilah menentukan, bararti bahwa kepribadian mengandunng kecenderungan-kecenderuangan menentukan (determinasi) yang memainkan peran aktif dalam tingkah laku individu. Kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu . kepribadian terletak dibela-kang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu dalamarti  kepribadian itu bukan hanya ada selama ada orang-lain bereaksi terhadapnya. tetapi lebih jauh dari itu mempunyai eksis-tensi real (keadaan nyata), yang termasuk juga segi-segi neural dan fisiologis
4)        Unique (kas), ini menunjukan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama
5)        Menyesuaikan diri terhadap lingkunganini menunjukan bahwa kepribadian mengantarai individu dengan lingkungan fisik dan lingkungan psikologisnya kadang-kadang menguasainya. jadi kepribadian adalah sesuatu yang mempu-nyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan.
Kepribadian dapat juga diartikan sebaagai “kualitas prilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut:
1)        Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam memenuhi etika prilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2)        Tempramen, yaitu disposisi reaktip seseorang atau cepat/lambatnya mereaksi terhadap rangsangan rangsangan yang dating dari ligkungan
3)        Sikap sambutan terhadap objek (orang,benda, peristiwa, norma dan sebagai-nya)  yang bersifat positif, negative atau ambivalen (ragu-ragu)
4)        Stabilitas emosional, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsa-ngan dari lingkungan. Seperti:mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih atau putus asa
5)        Responsibilitas (tanggung jawab) kesiapan untuh menerima resiko dari tinda-kan atau perbuatan yang dilakukan. seperti:mau menerima resiko secara wajar cuci tangan, atau melrikan diri dari resiko yang dihadapi
6)        Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interper-sonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka., dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
2.        Faktor-Faktor yang Mempengruhi Kepribadian
Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor baik hereditas (pemba-waan) maupun lingkungan (seperti; fisik, sosial, kebudayaan, spiritual)
a.    Fisik. faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepriba-dian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi) kecan-tikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacad) dan keberfingsian organ tubuh.
b.    Intelegensi, tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkem-bangan kepribadian nya. individu yang intelegensinya tingi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara wajar sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
c.    Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkem-bangan kepribadian anak, seorang anak yang dibesarkan dalam lingku-ngan keluarga yang harmonis dan agamis dalam arti orangtua membe-rikan curahan kasih sayang perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, perhatian  serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepri-badian anak tersebut cenderung positif. adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang brokenhome, orangtua bersikap keras terha-dap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga maka perkembangan kepribadian cenderung akan mengalami distirsi atau menga-lami kelainan dalam penyesuaian dirinya (melajusment).
d.   Teman sebaya (Peergroup). Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul deng-an teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompok nya. Pada saat inilah dia mulai mengalihkan perhatianya untuk mengembangkan sifat-sifat atau prilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman temannya, walau mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. melalui hubungan interpersonal de-ngan teman sebayanya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukan nya dalam kelompok. bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari oranng tuanya, biasanya kurang memi-liki kemampuan slektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan prilaku kelompoknya. Berdasarkan pengamatan dilapangan, ternyata tidak sedikit anak yang menjadi perokok berat, peminum-minuman keras atau bergaul bebas, karna pengaruh prilaku teman sebaya.
e.    Kebudayaan, setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau sukubangsaa) memiliki tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kepribadian setiap ang-gotanya, baik yang nyangkut  cara berpikir (seperti cara memandang sesuatu). Bersikap atau cara berprilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian itu, dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern yang buda-yanya relatif maju (khususnya IPTEK) dengan primitif yang budayanya relatif masih sederhana seperti dalam cara makan, berpakaian, hubungan interper-sonal atau cara memandang waktu.
3.        Karakteristik Kepribadian
Ada beberapa karakteristik kepribadian yang sehat dan yang tidak sehat yang tentunya ini sangat menentukan terhadap proses interaksi individu dalam kehidupan.
Cirri-ciri kepribadian yang sehat (healthy personality) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
Seseorang yang memiliki kepribadian yang sehat adalah yang Mampu menilai diri secara realistik. Mampumenilai situasi secara realistik. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, bertang-gung jawab. Kemandirian (autonomi). Dapat mengontrol emosi. Berori-entasi tujuan. Berorientasi keluar. ,bersikap respek, empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian terhadap situasi,
Adapun cirri kepribadian yang tidak sehat itu ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
Mudah marah (tersinggung), Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan, Sering merasa tertekan (setres atau depresi), Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan), Ketidak mampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum, Mempu-nyai kebiasaan berbohong, Hiper aktif,Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas., Senang mengkeritik/mencemooh orang lain, Sulit tidur, Kurang memiliki rasa tanggung jawab, Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis), Kurang memiliki kesada-ran untuk menaati ajaran agama, Bersikap psimis dalam menghadapi kehidupan, Kurang bergairah (bermuram durja dalam menjalani kehidipan).
Beberapa kelainan tingkahlaku diatas berkembang, apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya seperti lingkungan keluarga yang tidak berfungsi, yang bercirikan “broken home” hubungan antara anggota keluarga kurang harmonis kurang memperhatikan nilai-nilai agama, dan orangtua bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih sayang kepada anak. Oleh karna itu, maka sebagai upaya pancegahan (preventif), seyogianya pihak keluarga (orang tua) sekolah (guru dan staf sekolah lainnya) dan pemerintah perlu senantiasa bekerjasama untuk menciptakan iklim lingkungan yang mempasilitasi atau memberi kemudahan kepada anak untuk mengembang-kan potensi atau tugas-tugas perkembangan secara optimal.
4.        Perubahan kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relative konstan, namun dalam kenya-taan nya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian itu dapat dan mungkin terjadi. Perubahan itu terjadi pada umumnya lebih di pengaruhi oleh faktor lingku-ngan daripada faktor fisik. Disamping itu, perubahan ini lebih sering dialami oleh anak daripada orang dewasa .
Syamsudin 2006:129 memaparkan faktor-faktor yang menyebab-kan terjadinya perubahan kepribadian kedalam tiga kategori, yaitu:
A.  Faktor organik, seperti: makanan, obat, infeksi, dan gangguan organik.
B.  Factor lingkungan sosial budaya, seperti: pendidikan, rekreasi, dan partisipasi social.